Oleh; Amrial,S.Ag.S.Pd

Kepemilikan adalah salah satu ilusi terbesar yang menjerat manusia modern . Kecenderungan kita merasa bahwa semakin banyak punya – entah itu uang, properti, kendaraan, gelar, atau bahkan pengakuan dari orang lain – semakin bahagia hidup sesesorang. Namun, realitas berkata lain. Tak sedikit orang yang merasa hampa meski punya segalanya secara materi. Banyak pula yang tetap resah walaupun status sosialnya tinggi. Ingin kita berhenti sejenak dan bertanya: “Benarkah semua itu membawa kebahagiaan sejati?”
Pierre Hadot,( 1922–2010) seorang filsuf asal Prancis mengucapkan kalimat yang sederhana tapi menghentak: “Jangan terjebak dalam ilusi kepemilikan, karena kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri.”
Kalimat itu seakan menampar kesadaran. Ia tak sedang mengajak untuk menjauh dari dunia, melainkan untuk menyelami dunia batin yang selama ini terabaikan. Dunia di mana makna hidup tidak datang dari apa yang dmiiliki, tapi dari siapa dan bagaimana kita menjalani hidup.
Pierre Hadot bukan sekadar seorang filsuf akademis. Ia mengabdikan hidupnya untuk mengembalikan filsafat ke akarnya yang paling murni: sebagai latihan untuk hidup lebih baik. Karyanya terkenal dengan Philosophy as a Way of Life, mengajarkan hidup dengan kesederhanaan agar Jiwa tidak terbebani keinginan tak terhingga”
Kebahagiaan yang sejati bukanlah soal memiliki, tetapi soal menjadi. Menjadi pribadi yang kuat, jernih, dan selaras dengan nilai-nilai luhur. Kebahagiaan sejati lahir ketika kita mampu berdamai dengan diri sendiri, menerima kenyataan apa adanya, dan tidak terguncang oleh hal-hal yang di luar kontrol .
Pierre Hadot mengajak kita untuk mengubah hubungan kita dengan benda dan status. Kita bisa memiliki benda, tetapi jangan sampai dimiliki oleh benda tersebut. Kita boleh mengejar karier, tetapi jangan sampai nilai diri kita ditentukan olehnya.
Kebahagiaan itu tumbuh dari dalam, kita bisa menikmati hidup secara utuh, bahkan dalam kesederhanaan.Ketika, kita tidak lagi dikuasai oleh keinginan untuk memiliki lebih, kita justru menemukan ruang untuk mencintai lebih, memahami lebih, dan menghargai lebih banyak hal kecil dalam hidup. Itulah esensi dari filosofi hidup.
Kebahagiaan tidak perlu dicari di luar sana. Ia ada di dalam diri setiap orang, menunggu untuk disadari dan dirawat. Dan dengan menyadari bahwa kita tidak benar-benar memiliki apa pun secara mutlak, kita pun jadi lebih bebas, lebih ringan, dan lebih damai.
Karena pada akhirnya, yang paling bernilai dalam hidup bukanlah apa yang kita punya, melainkan bagaimana kita mengalaminya. Kebahagiaan sejati bukan soal kepemilikan, tapi tentang kesadaran, keheningan batin, dan koneksi mendalam dengan diri sendiri.*
Kesederhanaan dan Hakikatnya
Pierre Hadot menyadari bahwa banyak penderitaan manusia modern bukan datang dari kekurangan, melainkan dari keinginan yang melampaui batas. Ia tidak mengatakan bahwa keinginan itu salah, tetapi ketika keinginan itu tumbuh tanpa kendali, maka jiwa akan terbebani, seperti kapal yang penuh muatan hingga nyaris tenggelam. Dalam pandangannya, kesederhanaan bukan berarti miskin atau tidak memiliki ambisi. Kesederhanaan adalah sikap batin, kesediaan untuk menerima cukup, dan kemampuan untuk menikmati apa yang sudah ada. Hidup sederhana membuat ruang dalam jiwa untuk bernapas, untuk merasa syukur, dan untuk hadir sepenuhnya dalam momen sekarang.
Keinginan yang tak terkendali sering kali membelenggu. Ketika kita selalu ingin lebih—lebih kaya, lebih diakui, lebih sempurna – kita cenderung menjadi budak dari standar yang tidak pernah selesai. Pierre Hadot mengajak kita untuk merenung: “Untuk apa semua ini jika ujung-ujungnya hanya membuat kita cemas dan lelah?”
Dengan hidup sederhana, kita belajar untuk membebaskan diri dari tekanan . Menyadari bahwa kita tidak harus selalu memiliki apa yang diinginkan. Cukup dengan memiliki apa yang dibutuhkan, dan selebihnya, belajar untuk melepaskan. Di situlah kebebasan sejati mulai tumbuh.
Kesederhanaan bukan bentuk kelemahan, melainkan kekuatan. Ketika seseorang bisa berkata, “Aku cukup,” itu bukan karena ia pasrah, tetapi karena ia telah menaklukkan keinginan dalam dirinya. Ini adalah bentuk kemenangan yang paling luhur: kemenangan atas diri sendiri.
Kita sering diajarkan bahwa sukses adalah tentang memiliki lebih. Tapi, Pierre Hadot justru membalik narasi itu: sukses adalah tentang mampu menjalani hidup dengan ringan, dengan jiwa yang tidak terganggu oleh hasrat tak terbatas. Dan menariknya, dari sinilah rasa damai dan bahagia yang sejati muncul.
Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif, ajaran Hadot memberi kita jalan lain. Jalan yang tidak populer, mungkin, tetapi penuh makna. Ia tidak menawarkan jalan pintas menuju bahagia, tetapi jalan yang lebih tenang—jalan refleksi, kesadaran, dan kesederhanaan.
Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, kita jadi lebih mudah untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting: hubungan dengan orang lain, koneksi dengan alam, pengembangan diri, dan kehadiran penuh dalam momen sekarang. Hadot menunjukkan bahwa kita tidak harus memiliki segalanya untuk merasa cukup. Kita hanya perlu menyadari bahwa kebahagiaan sejati sudah ada di dalam diri, menunggu untuk ditemukan kembali.
Hidup yang bijak tidak membutuhkan kemewahan luar biasa, tetapi kesederhanaan dalam cara berpikir dan merasakan. Melalui kutipannya yang penuh makna, “Filsafat mengajarkan kita untuk hidup sederhana, agar jiwa tidak terbebani oleh keinginan yang tak terhingga,” ia mengingatkan kita bahwa hidup terbaik adalah hidup yang dijalani dengan sadar, dengan penuh rasa syukur, dan dengan hati yang ringan.
Kita tidak perlu melawan dunia. Cukup dengan menyelami diri sendiri dan menyadari bahwa kesederhanaan bukan kehilangan, tapi pembebasan. Dan dalam pembebasan itulah, kita menemukan makna dan kedamaian sejati.*( Referensi Karya : Suahandoko ) ( Pyk12 Mei 2025 selamat menkmati liburan )



